Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme Edie Toet Hendratmo
Selasa, 29 November 2011
0
komentar
Bentuk Negara Kesatuan Dengan Sistem Desentralisasi - Pemerintahan daerah dikembangkan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Asas dekosentrasi hanya diterapkan di daerah-daerah provinsi dan kabupaten/kota yang belum siap atau sepenuhnya melaksanakan prinsip otonomi sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945. Karena itu hubungan yang diidealkan antara pemerintah pusat dengan daerah provinsi dan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten dan kota adalah hubungan yang tidak bersifat hirarkis. Namun demikian, fungsi koordinasi dalam rangka pembinaan otonomi daerah dan penyelesaian permasalahan antar daerah, tetap dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sebagaimana mestinya.
Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004, pasal 1 angka 5 Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah diharapkan mampu memelihara integrasi nasional dan keutuhan bangsa Indonesia serta dapat mewujudkan hubungan kekuasaan menjadi lebih adil, proses demokrasi di daerah berjalan baik dan adanya peningkatan kesejahteraan di daerah. Setiap daerah memiliki kepercayaan kepada pemerintah pusat yang akhirnya dapat memperlancar pembangunan bangsa melalui keutuhan nasional. Implementasi kebijakan otonomi daerah berimplikasi pada pembangunan daerah. Pembangunan daerah diharapkan terwujudnya kemandirian daerah dalam pengelolaan pembangunan secara serasi, profesional, dan berkelanjutan. Pembangunan daerah merupakan salah satu tujuan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah yang berbasis kewilayahan dan lingkungan serta berkelanjutan.
Implementasi otonomi daerah memberi dampak positif dan negatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Dampak positif yang
menonjol adalah tumbuh dan berkembangnya prakarsa daerah menuju kemandirian
daerah dalam membangun. Dampak negatifnya yang paling mengemuka timbulnya
friksi pusat-daerah dan antar daerah, terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam, kewenangan dan kelembagaan daerah. Salah satu penyebabnya bersumber dari harmonisasi kebijaksanaaan dengan kebijaksanaan otonomi daerah. Akibatnya ketergantungan daerah terhadap Pemerintah Pusat sangat tinggi yang mengakibatkan kreativitas masyarakat lokal berserta seluruh perangkat daerah dan kota menjadi tak terbedayakan sedangkan kebijakan yang represif telah membunuh secara dini aspirasi daerah untuk menuntut keadilan atas kekayaan alam yang dimililiknya.
Tujuan utama Otonomi Daerah adalah tercapainya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dengan landasan demokrasi yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan keanekaragaman asset sosial, ekonomi, dan budaya. Demokrasi partisipatoris menjadi impian Otonomi Daerah karena lebih banyak bertumpu pada kekuatan rakyat, namun di sisi lain masyarakat.
Akan tetapi, Otonomi Daerah menyisakan banyak masalah karena belum tuntasnya peraturan pemerintah tentang petunjuk pelaksanaan dan implementasi yang cepat dan tepat. Penyelenggaraan kebijakan Otonomi Daerah oleh Pemerintah Pusat cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat. Otonomi Daerah memberikan keleluasaan dan kewenangan yang besar kepada daerah untuk memberdayakan daerah sehingga akan menimbulkan disintegrasi akibat terkotak-kotaknya daerah tanpa adanya kontrol dari Pusat. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Dengan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab yang tetap terjaminnya hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah. Dengan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah Otonom dan karena itu daerah kabupaten maupun kota tidak lagi menjadi wilayah administrasi. Otonomi Daerah diarahkan untuk lebih meningkatkan peranan dan fungsi DPRD, baik sebagai sebagai fungsi legislatif, fungsi kontrol maupun anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap daerah kabupaten dan kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Selain itu juga agar tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta secara horisontal antar daerah satu dengan daerah yang lain.
Kendala lainnya yang menghambat tercapainya tujuan dari pemberian otonomi daerah adalah masih banyaknya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Selain itu adanya kesenjangan antar daerah yang secara sosial-budaya sesungguhnya terintegrasi secara historis bisa jadi tercerai berai karena diberlakukannya sistem pemerintahan otonom yang bertumpu pada daerah kabupaten atau kota. Artinya, di daerah lokal akan terkotak-kotak dalam susunan yang sangat kecil (kota dan kabupaten) maka nyata mereka tidak saja secara admistratif dan manajemen terpisah, tetapi secara politik dan ekonomi juga membuka tingkat persaingan dan perebutan asset wilayah luar biasa di masa depan. Pada hal sebelumnya daerah itu terintegrasi secara komprehensif.
Otonomi Daerah diarahkan untuk memperbesar tingkat partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan negara. Di alam modernisasi, partisipasi rakyat memang sering menimbulkan atau memperbesar tingkat intensitas konflik-konflik komunal. Sehingga, perubahan sosial lebih banyak merupakan reinkarnasi dari solidaritas komunal daripada integrasi kelompok-kelompok yang saling berbeda. Otonomi Daerah sering dipahami sebagai bagian politik pusat untuk menguasai daerah. Maka tidak mengherankan sebagian daerah yang lain justru menerjemahkan Otonomi Daerah dengan kemerdekaan. Otonomi Daerah secara teoritis dipandang sebagai upaya mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan politik antara Pusat dan Daerah, untuk mengintegrasikan nilai dalam masyarakat yang sedang berkembang, baik melalui strategi yang menekankan pentingnya konsensus dan memusatkan perhatian pada usaha menciptakan keseragaman semaksimal mungkin maupun menekankan interaksi antara kepentingan-kepentingan kelompok dengan kepentingan daerah.
Otonomi Daerah selain optimis juga harus disikapi dengan hati-hati karena berbagai hambatan baik pada tingkat penyelenggara negara maupun pada tingkat masyarakat bawah masih perlu sarana untuk memperlancar arus informasi dan dialog sehingga tercipta pola komunikasi politik yang mampu membangun sebuah
hubungan yang mendorong daerah untuk mandiri.
Kesimpulan
Sistem desentralisasi yang diterapkan di Indonesia saat ini sebagaimana yang tercantum dalam pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan untuk tercapainya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dengan landasan demokrasi yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan keanekaragaman asset sosial, ekonomi, dan budaya. Sehingga adanya kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan dari konsep desentralisasi pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih optimal sesuai dengan karakteristik yang ada di wilayahnya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa kendala yang mengakibatkan tujuan dari pemberian otonomi daerah itu belum tercapai yaitu setiap daerah memiliki sumber daya alam dan kondisi geografis yang berbeda-beda sehingga adanya kesenjangan antar daerah. Selain itu adanya korupsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga ikut mendorong tidak tercapainya tujuan pemberian otonomi daerah.
Saran
Dengan melihat permasalahan tersebut, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan yang sekiranya dapat mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan yaitu:
1. Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
2. Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dengan artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat merasa sebagai salah satu bagian dalam menentukan keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan serta merta menyalahkan pemerintah daerah bila suatu saat ada beberapa hal yang dipandang salah.
3. Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan daerah yang baik.
4. Sumber daya Aparatur Pemerintah Daerah yang mempunyai orientasi baru sesuai dengan tuntutan global.
5. Kepemimpinan yang memberikan keteladanan.
6. Peningkatan kemampuan birokrasi pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalm menciptakan lapangan kerja dan menyediakan pendidikan yang murah dan berkualitas.
Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme
Edie Toet Hendratmo
ISBN : 978-979-756-470-4
Tahun terbit : 2009
Harga : Rp 78.800,00
Halaman : XX+368
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme Edie Toet Hendratmo
Ditulis oleh Belibuku.web.id
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://bukutentang.blogspot.com/2011/11/negara-kesatuan-desentralisasi-dan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Belibuku.web.id
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih kunjungannya, jika tak berkeberatan silahkan tinggalkan jejak anda dengan berkomentar di sini..